01
Nov
Hujan; Mendoa
Posted by iDa_941
bismillah,,,
entah
kenapa ingin menuliskan 'sesuatu' ttg hujan...
...HUJAN...
selalu
membawa cerita tersendiri...
dan wangi di setiap denting deraian-Nya...
ada cinta di setiap butiran mutiara-Nya
ada harapan yg memekar..
dan doa yg terlantun,
menyahdu rindu pada Pemilik Langit dan Bumi...
mengharap Rahman dan Rahim-Nya...
semoga Allah mengijabah doa-doa kita di setiap rongga air langit-Nya...
aamiiin...
dan wangi di setiap denting deraian-Nya...
ada cinta di setiap butiran mutiara-Nya
ada harapan yg memekar..
dan doa yg terlantun,
menyahdu rindu pada Pemilik Langit dan Bumi...
mengharap Rahman dan Rahim-Nya...
semoga Allah mengijabah doa-doa kita di setiap rongga air langit-Nya...
aamiiin...
"...ud'uni astajib lakum..."
~ Berdoalah kamu kepada-Ku, pasti Aku mengijabahnya"
(QS. al-Mu'min:60)
alhamdulillah hujan...
Allahumma shoyyiban naafi’aan,,, Ya Allah, turunkanlah pada kami hujan yang bermanfaat...
aamiiin...
[di suatu
senin sore, hujan di mujahidin, menerobos air langit]
=======^^^========
berikut ada sedikit ilmu tentang beberapa amalan yg bisa dilakukan saat hujan...
semoga bermanfaat...
[1] Keadaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam Tatkala Mendung
Ketika muncul mendung, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu khawatir, jangan-jangan akan datang adzab dan kemurkaan Allah. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata,
كَانَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا رَأَى نَاشِئاً فِي
أُفُقٍ مِنْ آفَاِق السَمَاءِ، تَرَكَ عَمَلَهُ- وَإِنْ كَانَ فِي
صَلَاةٍ- ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْهِ؛ فَإِنْ كَشَفَهُ اللهُ حَمِدَ اللهَ،
وَإِنْ مَطَرَتْ قَالَ: "اللَّهُمَّ صَيِّباً نَافِعاً"
”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila melihat
awan (yang belum berkumpul sempurna, pen) di salah satu ufuk langit,
beliau meninggalkan aktivitasnya –meskipun dalam shalat- kemudian beliau
kembali melakukannya lagi (jika hujan sudah selesai, pen). Ketika awan
tadi telah hilang, beliau memuji Allah.
Namun, jika turun hujan, beliau
mengucapkan, “Allahumma shoyyiban nafi’an” [Ya Allah jadikanlah hujan ini sebagi hujan yang bermanfaat].”[2]
’Aisyah radhiyallahu ’anha berkata,
كَانَ
النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - إِذَا رَأَى مَخِيلَةً فِى السَّمَاءِ
أَقْبَلَ وَأَدْبَرَ وَدَخَلَ وَخَرَجَ وَتَغَيَّرَ وَجْهُهُ ، فَإِذَا
أَمْطَرَتِ السَّمَاءُ سُرِّىَ عَنْهُ ، فَعَرَّفَتْهُ عَائِشَةُ ذَلِكَ ،
فَقَالَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - « مَا أَدْرِى لَعَلَّهُ كَمَا
قَالَ قَوْمٌ ( فَلَمَّا رَأَوْهُ عَارِضًامُسْتَقْبِلَ أَوْدِيَتِهِمْ ) »
”Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam apabila melihat mendung
di langit, beliau beranjak ke depan, ke belakang atau beralih masuk atau
keluar, dan berubahlah raut wajah beliau. Apabila hujan turun, beliau shallallahu ’alaihi wa sallam mulai menenangkan hatinya. ’Aisyah sudah memaklumi jika beliau melakukan seperti itu. Lalu Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam mengatakan, ”Aku
tidak mengetahui apa ini, seakan-akan inilah yang terjadi (pada Kaum
’Aad) sebagaimana Allah berfirman (yang artinya), ”Maka tatkala mereka
melihat azab itu berupa awan yang menuju ke lembah-lembah mereka.” (QS.
Al Ahqaf [46] : 24)”[3]
Ibnu Hajar mengatakan, ”Hadits ini menunjukkan bahwa seharusnya
seseorang menjadi kusut pikirannya jika ia mengingat-ingat apa yang
terjadi pada umat di masa silam dan ini merupakan peringatan agar ia
selalu merasa takut akan adzab sebagaimana ditimpakan kepada mereka
yaitu umat-umat sebelumnya.”[4]
[2] Mensyukuri Nikmat Turunnya Hujan
Apabila Allah memberi nikmat hujan, dianjurkan bagi seorang muslim dalam rangka bersyukur kepada-Nya untuk membaca do’a,
اللَّهُمَّ صَيِّباً ناَفِعاً
“Allahumma shoyyiban naafi’aa [Ya Allah, turunkanlah pada kami hujan yang bermanfaat].”
Itulah yang Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ucapkan ketika melihat turunnya hujan. Hal ini berdasarkan hadits dari Ummul Mukminin, ’Aisyah radhiyallahu ’anha,
إِنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا رَأَى الْمَطَرَ قَالَ « اللَّهُمَّ صَيِّباً نَافِعاً »
”Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ketika melihat turunnya hujan, beliau mengucapkan, ”Allahumma shoyyiban nafi’an” [Ya Allah turunkanlah pada kami hujan yang bermanfaat]”.[5]
Ibnu Baththol mengatakan, ”Hadits ini berisi anjuran untuk berdo’a
ketika turun hujan agar kebaikan dan keberkahan semakin bertambah,
begitu pula semakin banyak kemanfaatan.”
Al Khottobi mengatakan, ”Air hujan yang mengalir adalah suatu karunia.”[6]
[3] Turunnya Hujan, Kesempatan Terbaik untuk Memanjatkan Do’a
Ibnu Qudamah dalam Al Mughni[7] mengatakan, ”Dianjurkan untuk berdo’a ketika turunnya hujan, sebagaimana diriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
اُطْلُبُوا اسْتِجَابَةَ الدُّعَاءِ عِنْدَ ثَلَاثٍ : عِنْدَ الْتِقَاءِ الْجُيُوشِ ، وَإِقَامَةِ الصَّلَاةِ ، وَنُزُولِ الْغَيْثِ
’Carilah do’a yang mustajab pada tiga keadaan : [1] Bertemunya dua pasukan, [2] Menjelang shalat dilaksanakan, dan [3] Saat hujan turun.”[8]
Begitu juga terdapat hadits dari Sahl bin Sa’d, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
ثِنْتَانِ مَا تُرَدَّانِ الدُّعَاءُ عِنْدَ النِّدَاءِ وَ تَحْتَ المَطَرِ
“Dua do’a yang tidak akan ditolak: [1] do’a ketika adzan dan [2] do’a ketika ketika turunnya hujan.”[9]
[4] Ketika Terjadi Hujan Lebat
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam suatu saat pernah meminta
diturunkan hujan. Kemudian ketika hujan turun begitu lebatnya, beliau
memohon pada Allah agar cuaca kembali menjadi cerah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a,
اللَّهُمّ
حَوَالَيْنَا وَلَا عَلَيْنَا,اللَّهُمَّ عَلَى الْآكَامِ وَالْجِبَالِ
وَالظِّرَابِ وَبُطُونِ الْأَوْدِيَةِ وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ
“Allahumma haawalaina wa laa ’alaina. Allahumma ’alal aakami wal
jibaali, wazh zhiroobi, wa buthunil awdiyati, wa manaabitisy syajari [Ya
Allah, turunkanlah hujan di sekitar kami, bukan untuk merusak kami. Ya
Allah, turukanlah hujan ke dataran tinggi, gunung-gunung, bukit-bukit,
perut lembah dan tempat tumbuhnya pepohonan].”[10]
Ibnul Qayyim mengatakan, ”Ketika hujan semakin lebat, para sahabat meminta pada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam supaya berdo’a agar cuaca kembali menjadi cerah. Akhirnya beliau membaca do’a di atas.”[11]
Syaikh Sholih As Sadlan mengatakan bahwa do’a di atas dibaca ketika hujan semakin lebat atau khawatir hujan akan membawa dampak bahaya.[12]
[5] Mengambil Berkah dari Air Hujan
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, ”Kami pernah kehujanan bersama Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyingkap bajunya hingga terguyur hujan. Kemudian kami mengatakan, “Wahai Rasulullah, mengapa engkau melakukan demikian?” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لأَنَّهُ حَدِيثُ عَهْدٍ بِرَبِّهِ تَعَالَى
“Karena hujan ini baru saja Allah ciptakan.”[13]
An Nawawi menjelaskan, “Makna hadits ini adalah hujan itu rahmat yaitu rahmat yang baru saja diciptakan oleh Allah Ta’ala. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertabaruk (mengambil berkah) dari hujan tersebut.”[14]
An Nawawi selanjutnya mengatakan, ”Dalam hadits ini terdapat dalil
bagi ulama Syafi’iyyah tentang dianjurkannya menyingkap sebagian badan
(selain aurat) pada awal turunnya hujan, agar terguyur air hujan
tersebut. Dan mereka juga berdalil dari hadits ini bahwa seseorang yang
tidak memiliki keutamaan, apabila melihat orang yang lebih berilmu
melakukan sesuatu yang ia tidak ketahui, hendaknya ia menanyakannya
untuk diajari lalu dia mengamalkannya dan mengajarkannya pada yang
lain.”[15]
Dalam hal mencari berkah dengan air hujan dicontohkan pula oleh sahabat Ibnu ‘Abbas. Beliau berkata,
نَّهُ كَانَ إِذَا أَمْطَرَتِ السَّمَاءُ،
يَقُوْلُ: "يَا جَارِيَّةُ ! أَخْرِجِي سَرْجِي، أَخْرِجِي ثِيَابِي،
وَيَقُوْلُ: وَنَزَّلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً مُبَارَكاً [ق
”Apabila turun hujan, beliau mengatakan, ”Wahai jariyah keluarkanlah pelanaku, juga bajuku”.” Lalu beliau membacakan (ayat) [yang artinya], ”Dan Kami menurunkan dari langit air yang penuh barokah (banyak manfaatnya).” (QS. Qaaf [50] : 9)” [16]
[6] Dianjurkan Berwudhu dengan Air Hujan
Ibnu Qudamah mengatakan, ”Dianjurkan untuk berwudhu dengan air hujan apabila airnya mengalir deras.”[17]
Dari Yazid bin Al Hadi, apabila air yang deras mengalir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
اُخْرُجُوا بِنَا إلَى هَذَا الَّذِي جَعَلَهُ اللَّهُ طَهُورًا ، فَنَتَطَهَّرَمِنْهُ وَنَحْمَدَ اللّهَ عَلَيْهِ
”Keluarlah kalian bersama kami menuju air ini yang telah dijadikan oleh Allah sebagai alat untuk bersuci.” Kemudian kami bersuci dengan air tersebut dan memuji Allah atas nikmat ini.”[18]
Namun, hadits di atas adalah hadits yang lemah karena munqothi’ (terputus sanadnya) sebagaimana dikatakan oleh Al Baihaqi[19].
Ada hadits yang serupa dengan hadits di atas dan shahih,
كَانَ يَقُوْلُ إِذَا سَالَ الوَادِي " أُخْرُجُوْا بِنَا إِلَى هَذَا الَّذِي جَعَلَهُ اللهُ طَهُوْرًا فَنَتَطَهَّرُ بِهِ "
“Apabila air mengalir di lembah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Keluarlah kalian bersama kami menuju air ini yang telah dijadikan oleh Allah sebagai alat untuk bersuci”. Kemudian kami bersuci dengannya.”[20]
[7] Janganlah Mencela Hujan
Sungguh sangat disayangkan sekali, setiap orang sudah mengetahui bahwa hujan merupakan nikmat dari Allah Ta’ala. Namun, ketika hujan dirasa mengganggu aktivitasnya, timbullah kata-kata celaan, “Aduh!! hujan lagi, hujan lagi.”
Perlu diketahui bahwa setiap yang seseorang ucapkan, baik yang
bernilai dosa atau tidak bernilai dosa dan pahala, semua akan masuk
dalam catatan malaikat. Allah Ta’ala berfirman,
مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
”Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaaf [50] : 18)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
إِنَّ
الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ لاَ يُلْقِى
لَهَا بَالاً ، يَرْفَعُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَاتٍ ، وَإِنَّ الْعَبْدَ
لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ لاَ يُلْقِى لَهَا بَالاً
يَهْوِى بِهَا فِى جَهَنَّمَ
“Sesungguhnya ada seorang hamba berbicara dengan suatu perkataan
yang tidak dia pikirkan lalu Allah mengangkat derajatnya disebabkan
perkataannya itu. Dan ada juga seorang hamba yang berbicara dengan suatu
perkataan yang membuat Allah murka dan tidak pernah dipikirkan
bahayanya lalu dia dilemparkan ke dalam jahannam.”[21]
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menasehatkan kita
agar jangan selalu menjadikan makhluk yang tidak dapat berbuat apa-apa
sebagai kambing hitam jika kita mendapatkan sesuatu yang tidak kita
sukai. Seperti beliau melarang kita mencela waktu dan angin karena kedua
makhluk tersebut tidak dapat berbuat apa-apa.
Dalam sebuah hadits qudsi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Allah Ta’ala berfirman,
قَالَ
اللَّهُ تَعَالَى يُؤْذِينِى ابْنُ آدَمَ ، يَسُبُّ الدَّهْرَ وَأَنَا
الدَّهْرُ ، بِيَدِى الأَمْرُ ، أُقَلِّبُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ
“Manusia menyakiti Aku; dia mencaci maki masa (waktu),
padahal Aku adalah pemilik dan pengatur masa, Aku-lah yang mengatur
malam dan siang menjadi silih berganti.”[22]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
لاَ تَسُبُّوا الرِّيحَ
”Janganlah kamu mencaci maki angin.”[23]
Dari dalil di atas terlihat bahwa mencaci maki masa (waktu) dan angin
adalah sesuatu yang terlarang. Begitu pula halnya dengan mencaci maki
makhluk yang tidak dapat berbuat apa-apa, seperti mencaci maki angin dan
hujan adalah terlarang.
Larangan ini bisa termasuk syirik akbar (syirik yang
mengeluarkan seseorang dari Islam) jika diyakini makhluk tersebut
sebagai pelaku dari kejelekan yang terjadi. Meyakini demikian berarti
meyakini bahwa makhluk tersebut yang menjadikan baik dan buruk. Ini sama
saja dengan menyatakan ada pencipta selain Allah.
Namun, jika diyakini
yang menakdirkan adalah Allah sedangkan makhluk-makhluk tersebut bukan
pelaku dan hanya sebagai sebab saja, maka seperti ini hukumnya haram, tidak sampai derajat syirik. Dan apabila yang dimaksudkan cuma sekedar pemberitaan, -seperti mengatakan, “Hari ini hujan deras, sehingga kita tidak bisa berangkat ke masjid untuk shalat”, tanpa ada tujuan mencela sama sekali maka seperti ini tidaklah mengapa.[24]
Intinya, mencela hujan tidak terlepas dari hal yang terlarang karena
itu sama saja orang yang mencela hujan mencela Pencipta hujan yaitu
Allah Ta’ala. Ini juga menunjukkan ketidaksabaran pada diri
orang yang mencela. Sudah seharusnya lisan ini selalu dijaga. Jangan
sampai kita mengeluarkan kata-kata yang dapat membuat Allah murka.
Semestinya yang dilakukan ketika turun hujan adalah banyak bersyukur
kepada-Nya sebagaimana telah diterangkan dalam point-point sebelumnya.
[8] Berdo’a Setelah Turunnya Hujan
Dari Zaid bin Kholid Al Juhani, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
melakukan shalat shubuh bersama kami di Hudaibiyah setelah hujan turun
pada malam harinya. Tatkala hendak pergi, beliau menghadap jama’ah
shalat, lalu mengatakan, ”Apakah kalian mengetahui apa yang dikatakan Rabb kalian?” Kemudian mereka mengatakan,”Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui”.
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
«
أَصْبَحَ مِنْ عِبَادِى مُؤْمِنٌ بِى وَكَافِرٌ فَأَمَّا مَنْ قَالَ
مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللَّهِ وَرَحْمَتِهِ. فَذَلِكَ مُؤْمِنٌ بِى وَكَافِرٌ
بِالْكَوْكَبِ وَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِنَوْءِ كَذَا وَكَذَا.
فَذَلِكَ كَافِرٌ بِى مُؤْمِنٌ بِالْكَوْكَبِ »
“Pada pagi hari, di antara hambaKu ada yang beriman kepadaKu dan ada yang kafir. Siapa yang mengatakan ’Muthirna bi fadhlillahi wa rohmatih’ (Kita diberi hujan karena karunia dan rahmat Allah), maka dialah yang beriman kepadaku dan kufur terhadap bintang-bintang. Sedangkan yang mengatakan ‘Muthirna binnau kadza wa kadza’ (Kami diberi hujan karena sebab bintang ini dan ini), maka dialah yang kufur kepadaku dan beriman pada bintang-bintang.”[25]
Dari hadits ini terdapat dalil untuk mengucapkan ‘Muthirna bi fadhlillahi wa rohmatih’ (Kita diberi hujan karena karunia dan rahmat Allah) setelah turun hujan sebagai tanda syukur atas nikmat hujan yang diberikan.
Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah mengatakan, ”Tidak boleh bagi seseorang menyandarkan turunnya hujan karena sebab bintang-bintang. Hal ini bisa termasuk kufur akbar yang menyebabkan
seseorang keluar dari Islam jika ia meyakini bahwa bintang tersebut
adalah yang menciptakan hujan. Namun kalau menganggap bintang tersebut
hanya sebagai sebab, maka seperti ini termasuk kufur ashgor
(kufur yang tidak menyebabkan seseorang keluar dari Islam). Ingatlah
bahwa bintang tidak memberikan pengaruh terjadinya hujan. Bintang hanya
sekedar waktu semata.”[26]
Demikian beberapa amalan yang bisa diamalkan ketikan hujan turun.
Semoga Allah memudahkan posting selanjutnya mengenai fenomena kilatan petir dan geledek.
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
[sumber: http://rumaysho.com/belajar-islam/amalan/2795-beberapa-amalan-ketika-turun-hujan.html ]
Posting Komentar